Tren Komputasi Awan
Oleh: Denny Hermawan
Pendahuluan
Revolusi Industri Ke-4 telah membawa perubahan dalam segi digital bagi ekonomi dan sistem sosial, yang berakibat pada pergeseran cara kita bekerja saat ini. Mengutip sebuah fakta menarik—Thomas Frey[1], memprediksi bahwa dua miliar pekerjaan akan hilang pada tahun 2030. Selain itu, penelitian[2] menunjukkan bahwa 65% anak-anak yang saat ini sedang bersekolah bekerja pada sektor-sektor pekerjaan yang belum ada saat ini.
The World Economic Forum telah merilis laporan The Future Jobs[3], membahas implikasi dari perubahan yang dihadapi ketenagakerjaan, keterampilan, dan rekrutmen. 34% responden melihat teknologi internet mobile dan cloud computing menjadi pendorong utama perubahan teknologi, yang memungkinkan lebih efisiennya penyampaian layanan dan kesempatan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Cloud Computing atau dalam istilah Bahasa Indonesia “Komputasi Awan” merupakan kombinasi pemanfaatan teknologi komputer dengan pengembangan berbasis internet. Sebutan cloud sendiri merupakan sebuah istilah yang diberikan pada teknologi jaringan internet.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh We Are Social[4] per Januari 2021, secara global pengguna internet di seluruh dunia mencapai lebih dari 4.5 milyar, atau sama dengan 59.5% dengan kenaikan sekitar 7% per tahun. Sementara pengguna mobile phone mencapai 66%. Artinya sudah lebih dari separuh penduduk dunia terkoneksi dengan internet dengan tren akses melalui mobile atau smartphone.
Saat ini penyimpanan data dan beban komputasi banyak dilakukan di cloud, yang diakses melalui perangkat mobile. Orang lebih banyak melakukan berbagai aktivitas online menggunakan smartphonenya yang terhubung dengan server di cloud melalui koneksi internet yang dari hari ke hari semakin mendukung.
Cloud Computing menjadi tren karena dapat mengurangi biaya dalam berinvestasi perangkat keras dan perangkat lunak. Cloud Computing menawarkan kolaborasi, dan skalabilitas bagi penggunanya[5]. Teknologi ini juga menyediakan fleksibilitas bagi pengguna untuk menggunakan sumber daya komputasi sesuai dengan kebutuhan[6]
Karakteristik, model layanan, dan Model Deployment Cloud Computing
Model teknologi Cloud Computing memiliki 5 karakteristik yaitu[7]:
- On-Demand Self Service, yakni kapasitas sumber daya dapat ditentukan berdasarkan kebutuhan pengguna secara mudah.
- Broad Network Access, yakni dapat diakses melalui internet dengan berbagai platform sistem operasi dan device
- Resource Pooling, yaitu sumber daya dikumpulkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna.
- Rapid elasticity, secara fleksibel sumber daya dapat dengan mudah di tambah atau dikurangi sesuai kebutuhan pengguna.
- Measured Service, penggunaan sumber daya dapat dimonitor, dikontrol, dan dilaporkan sebagai transparansi dari penyedia sumber daya kepada pengguna.
Berdasarkan layanannya, terdapat 3 buah model layanan komputasi awan yaitu:
- Software as a Service (SaaS), dimana pengguna dapat menggunakan perangkat lunak yang telah disediakan oleh penyedia jasa komputasi awan. Aplikasi dapat diakses dari berbagai perangkat seperti web browser atau antar muka aplikasi. Contoh: Aplikasi Google Apps (Gmail, Gdrive, dll), Office365, dan masih banyak lagi.
- Platform as a Service (PaaS), merupakan layanan yang memungkinkan pengguna untuk memasang aplikasi yang dibuat pada lingkungan komputasi yang telah disediakan, atau membuat aplikasi berdasarkan bahasa pemrograman, pustaka, layanan, dan peralatan pendukung yang telah disediakan oleh penyedia jasa cloud. Contohnya adalah: Amazon Web Services (AWS), Microsoft Azure, Google AppEngine, dan lain-lain.
- Infrastructure as a Service (IaaS), merupakan layanan yang memberikan kemudahan bagi pengguna untuk mengatur sumber daya infrastruktur sendiri. Virtual Hardware yang disediakan oleh penyedia jasa layanan dapat berupa computing resource, storage, routers, dan sebagainya. Contoh: Amazon Elastic Compute Cloud (EC2), Amazon S3, Microsoft Azure, dan sebagainya.
Sedangkan berdasarkan model deployment-nya, cloud computing dibagi menjadi 4 deployment model yaitu Public Cloud, Private Cloud, Hybrid Cloud, dan Community Cloud.
Cloud Computing dalam Dunia Riset dan Pendidikan
Prioritas dalam proses transformasi digital dalam dunia pendidikan saat ini adalah memberdayakan baik dosen maupun tenaga kependidikan, dan memberi mereka teknologi terbaik untuk melibatkan siswa baik di dalam maupun di luar kelas. Cloud Computing dapat menjadi solusi beberapa permasalahan dalam bidang pendidikan antara lain:
- Keterbatasan sarana dan prasana sekolah dari mulai tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi
- Kendala ekonomi dan geografis untuk mengakses institusi pendidikan yang baik
- Kurangnya tenaga pengajar (dosen/guru) yang berkualitas.
Dengan adanya e-learning, siswa dapat mengikuti pelajaran melalui internet, sehingga jumlah siswa menjadi dapat tidak terbatas seperti umumnya pendidikan yang membutuhkan sarana fisik. Biaya penyelenggaraan pendidikan juga menjadi jauh lebih murah. Cloud Computing juga memungkinkan instruktur untuk mengajar dari jarak jauh tanpa harus hadir ke satu lokasi tertentu atau kelas sehingga kita bisa mempunyai para instruktur berbobot dari manca negara.
Kebutuhan akan teknologi pembelajaran jarak jauh (e-learning) juga semakin meningkat dan menjadi primer karena adanya Pandemi Covid-19 yang tidak memungkinkan pembelajaran dilakukan secara tatap muka fisik. Di UAI sendiri sudah mulai diterapkan blended/hybrid learning[8] melengkapi fasilitas elearning yang sudah ada sebelumnya.[9]
Dalam bidang riset, cloud computing juga dapat mengatasi permasalahan klasik kurangnya ketersediaan infrastruktur IT yang dibutuhkan dalam penelitian. Beberapa penelitian memerlukan sumber daya yang besar (high performance computing/HPC) terutama dalam pemrosesan data-data besar (big data) seperti penelitian-penelitian Bioinformatika seperti DNA Sequencing yang saat ini menjadi salah satu road map penelitian di UAI.
Cloud Computing dalam Dunia Industri
Tren komputasi awan meningkat dalam dunia industri/bisnis. International Data Corporation (IDC) memperkirakan bahwa pengeluaran (spending) untuk layanan public cloud secara global akan tumbuh dengan Compound Annual Growth (CAGR) rate sebesar 19,4 persen, beranjak dari angka US$70 miliar di tahun 2015 menjadi US$141 miliar di tahun 2019. Software as a Service (SaaS) masih mendominasi jenis public cloud yang banyak diadopsi pengguna[10].
Survei RightScale 2017 The State of Cloud Report menemukan bahwa 95 persen respondennya telah menggunakan cloud, dengan 67 persen di antaranya menjalankan hybrid (private dan public cloud)[11].
Di Indonesia, penerapan cloud dan strategi hybrid telah dilakukan para Direktur IT (CIO) di banyak perusahaan dalam berbagai tingkatan[12]. Jika melihat potensinya di Indonesia, pangsa pasar UKM atau startup adalah sebuah ladang menarik bagi vendor penyedia layanan cloud. Perlu disadari juga bahwa tren UKM adalah membutuhkan suatu solusi cloud yang handal, namun seringkali ada keterbatasan jika harus merekrut seorang ahli untuk mengurusi infrastruktur dan teknologi yang ada di dalamnya. Beberapa penyedia layanan cloud dapat memanfaatkan potensi ini dengan menggunakan teknologi tepat guna sebuah layanan cloud yang handal dan ekonomis.
Riset Asia Cloud Computing Association (ACCA)[13] mengemukakan baru 3 persen UKM di Indonesia yang benar-benar memahami esensi pemanfaatan cloud. Permasalahan yang umum yang menjadi keraguan bagi UKM untuk mengadopsi layanan cloud rata-rata terkait dengan pengetahuan tentang solusi apa yang terdia di lingkungan cloud, apa yang harusnya diterapkan untuk memaksimalkan produktivitas, dan terbatasnya keterampilan untuk mengelola dan mengembangkan solusi berbasis cloud.
Hal ini bisa diatasi dengan cara melakukan edukasi dan mematangkan kesadaran serta keakraban dengan cloud computing melalui sosialisasi, seminar, dan pameran serta mendirikan research & education center di bidang cloud computing untuk menyediakan tenaga terampil.
[1] https://www.futuristspeaker.com/business-trends/2-billion-jobs-to-disappear-by-2030/
[2] https://shifthappens.wikispaces.com/
[3] http://reports.weforum.org/future-of-jobs-2016/preface/
[4] https://digitalreport.wearesocial.com/
[5] Bojanova, I. dan Samba, A. (2011). Analysis of cloud computing delivery architecture models. In Proceedings of the 2011 IEEE Workshops of International Conference on Advanced Information Networking and Applications, WAINA ’11, pages 453–458, Washington, DC, USA. IEEE Computer Society.
[6] Hofmann, P. dan Woods, D. (2010). Cloud computing: The limits of public clouds for business applications. Internet Computing, IEEE, 14(6):90–93.
[7] Mell, P. dan Grance, T. (2011). The nist definition of cloud computing. Technical Report 800-145, National Institute of Standards and Technology (NIST), Gaithersburg, MD.
[8] http://hybrid.uai.ac.id
[9] http://elearning.uai.ac.id
[10] https://infokomputer.grid.id/2017/03/fitur/layanan-cloud-computing-bukan-solusi-tanpa-masalah/
[11] https://www.rightscale.com/lp/2017-state-of-the-cloud-report
[12] https://infokomputer.grid.id/2017/08/fitur/dilema-penerapan-komputasi-awan-apakah-hybrid-cloud-jadi-jawaban/
[13] http://www.asiacloudcomputing.org/images/ACCA_SMEReport2015_Final.pdf